Tidak sedikit orang tua yang selalu memarahi anak ketika Si Kecil melakukan kesalahan atau memancing emosinya. Namun, kemarahan orang tua pada Si Kecil itu tidak bisa dianggap sepele karena berdampak pada psikologis anak.
Beberapa di antara kita beranggapan, masalah selesai ketika orangtua yang habis memarahi anaknya menyesal, lantas meminta maaf. Padahal, kenyataannya tidak semudah itu. Sikap marah orangtua pada anak dapat meninggalkan luka mendalam pada diri anak.
dr. Nurul Afifah dalam bukunya berjudul Don’t Be Angry, Mom: Mendidik Anak tanpa Marah (2019), menerangkan ada akibat luar biasa yang harus dipahami orangtua sebelum melampiaskan rasa marah. Ia menyebutkan bahwa anak menderita banyak kerugian saat dimarahi orangtua. Kemarahan orang tua bisa berdampak negatif pada fisik maupun psikis anak.
Dampak fisik
Beberapa dampak fisik yang bisa dialami oleh anak yang sering mendapatkan amarah dari orang tuanya yaitu:
1. Kerusakan atau kematian sel-sel otak
Nurul mengungkapkan suara keras dan bentakan yang keluar dari mulut orangtua dapat merusak atau menggugurkan pertumbuhan sel otak anak. Satu bentakan atau perkataan kasar saja dapat membunuh lebih dari satu miliar sel otak anak. Lebih parah lagi, satu pukulan atau cubitan yang disertai dengan bentakan bisa jadi membunuh bermiliar-miliar sel otak. Dia menganjurkan para orangtua lebih banyak memberikan pujian.
2. Jantung lemah
Membentak anak menyebabkan kinerja jantung anak berdetak lebih cepat. Akibatnya, jantung anak lebih lemah daripada jantung normal.
3. Masalah lambung
Anak yang sering mendapat ancaman dan bentakan dari orang tua cenderung mengalami stres. Stres ini dapat menyebabkan lambung lebih sensitif terhadap jumlah asam dan nyeri.
Dampak psikis
Selain dapak fisik, marah pada anak juga memberikan dampak psikis yang akan membekas dan tersimpan hingga SI Kecil dewasa. Beberapa dampak psikis yang mungkin terjadi yaitu:
1. Kepercayaan diri menurun dan penakut
Anak yang sering dimarahi cenderung menganggap dirinya salah maka orang tuanya menjadi marah. Semakin sering dimarahi, mereka makin yakin bahwa semua tindakan atau perbuatannya keliru. Akibatnya mereka tidak memiliki rasa percaya diri dan takut untuk melakukan tindakan atau berinisiatif.
2. Introvet
Anak yang sering dimarahi akan cenderung pendiam karena takut salah. Selain itu, anak yang sering dimarahai cenderung menutup serta menarik diri dari lingkungan. Mereka juga jadi enggan mengungkapkan isi hati aau permasalahan yang sedang dihadapi.
3. Depresi
Ketika anak merasa orangtua atau lingkungan tidak lagi menerimanya, kondisinya sudah berbahaya. Tekanan yang bertubi-tubi bisa menimbulkan depresi pada diri Si Kecil sehingga dapat menimbulkan risiko menyakiti diri sendiri.
4. Konsentrasi menurun
Perasaan tidak percaya diri hingga selalu murung dapat mengganggu konsentrasi anak di berbagai hal, termasuk belajar. Kondisi ini jelas merugikan anak karena si kecil menjadi sulit menerima pelajaran.
5. Sulit menjadi pendengar yang baik
Anak akan tumbuh menjadi pribadi yang punya kebiasaan setiap omongan masuk telinga kiri, keluar telinga kanan. Dampaknya, ia akan kesulitan menjadi pendengar yang baik.
6. Jadi pribadi emosional
Perlu diingat bahwa anak akan mencontoh perilaku orang di sekelilingnya. Jika orang tua selalu emosional, otomatis sang anak akan merekam kebiasaan itu.
7. Kepercayaan pada orang tua turun
Si Kecil akan tidak memiliki kepercayaan pada orangtuanya karena diliputi perasaan takut yang luar biasa. Selain itu petuah atau nasihat orangtua hanya dianggap sebagai angin lalu.
8. Mencari pelampiasan
Efek marah yang berlebihan dari orangtua membuat anak termotivasi untuk melarikan diri. Hal ini menjadi berisiko ketika anak-anak mencari pelampiasan di luar. Bisa jadi mereka terjerumus pada aktivitas negatif seperti pergaulan bebas, narkoba, hingga kenakalan remaja.