Obat-obatan yang Memberi Efek Buruk pada Perkembangan Janin

Kehamilan merupakan hal yang perlu dijaga kesehatannya agar perkembangan dan pertumbuhan Si Kecil maksimal dalam kandungan dan Moms juga bisa menjalankan kehamilan dengan lebih sehat dan bersemangat. Penting diketahui bahwa selama masa kehamilan Moms tidak boleh sembarangan mengonsumsi obat maupun herbal tertentu karena ternyata memiliki efek buruk terhadap janin. 

Hal ini tentu membuat Moms bertanya obat-obatan apa yang memberi efek buruk pada perkembangan janin? Nah Momong sudah mencoba merangkum beberapa informasinya nih, Moms. Simak yuk!

Penggolongan obat yang boleh digunakan dan dilarang bagi ibu hamil

Pada tahun 1979 FDA-USA merekomendasikan 5 kategori obat yang meliputi kategori A, kategori B, kategori C, kategori D, kategori X untuk dapat mecegah maupun mengurangi efek obat yang dikonsumsi ibu hamil pada janin. 

Kategori A, B, C, D, X ini memaparkan tentang seluk beluk obat yang boleh dan tidak boleh diberikan ketika hamil, dimana uraian tersebut sampai saat ini masih dipakai sebagai rujukan atau acuan di penjuru dunia, termasuk Indonesia. Australian Drug Evaluation Commitee maupun Food and Drug Administration (FDA-USA) membuat kategori obat menurut tingkat bahayanya terhadap janin:

1. Kategori A (Boleh digunakan ibu hamil sesuai dosis dari dokter)

Obat yang sudah pernah diujikan pada manusia hamil dan terbukti tidak ada resiko terhadap janin pada kehamilan trimester 1 dan tidak terjadi efek pada trimester berikutnya. Contoh obat: Parasetamol, Penisilin, Eritromisin, Glikosida jantung, Isoniazid serta bahan-bahan hemopoetik seperti besi dan asam folat. 

2. Kategori B (boleh digunakan namun harus sesuai dosis dokter)

Kategori ini meliputi obat-obat yang pengalaman pemakainya pada wanita hamil masih terbatas, tetapi tidak terbukti meningkatkan frekuensi pengaruh buruk lainnya pada janin. Pada kategori B penggolongan masih dibagi menjadi 3 yaitu:

  • B1 : Dari penelitian pada hewan tidak terbukti meningkatnya kejadian kerusakan janin. Contoh: Simetidin, Dipiridamol, dan Spektinomisin. 
  • B2 : Data dari penilitian pada hewan belum memadai, tetapi ada petunjuk tidak meningkatnya kejadian kerusakan janin. Contoh : Ikarsilin, Amfoterisin, Dopamin, Asetilsistein, dan Alkaloid Belladonna. 
  • B3 : Penelitian pada hewan menunjukkan peningkatan kejadian kerusakan janin, tetapi belum tentu bermakna pada manusia. Contoh : Karbamazepin, Pirimetamin, Griseofulvin, Trimetoprim, dan Mebendazol.

3. Kategori C (tidak boleh diberikan pada ibu hamil)

Obat-obat yang dapat memberi pengaruh buruk pada janin tanpa disertai malformasi anatomik semata-mata karena efek farmakologiknya. Umumnya bersifat reversibel (membaik kembali). Contoh obat: Analgetik-narkotik, Fenotiazin, Rifampisin, Aspirin, Antiinflamasi non-steroid dan Diuretika. 

4. Kategori D (tidak boleh diberikan pada ibu hamil)

Obat-obat yang terbukti menyebabkan meningkatnya kejadian malformasi janin pada manusia atau menyebabkan kerusakan janin yang bersifat ireversibel (tidak dapat membaik kembali). Obat-obat dalam kategori ini juga mempunyai efek farmakologik yang merugikan terhadap janin. Contoh obat: Androgen, Fenitoin, Pirimidon, Fenobarbiton, Kinin, Klonazepam, Valproat, Steroid Anabolik, dan Antikoagulansia

5. Kategori X (tidak boleh diberikan pada ibu hamil)

 Obat-obat yang masuk dalam kategori ini adalah yang telah terbukti mempunyai resiko tinggi terjadinya pengaruh buruk yang menetap (irreversibel) pada janin jika diminum pada masa kehamilan. Obat dalam kategori ini merupakan kontraindikasi mutlak selama kehamilan. Contoh obat: Isotretionin dan Dietilstilbestrol. 

Must Read

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here