Saat Si Kecil berusia satu tahun, ia akan mulai mengeluarkan emosi yang ada pada dirinya dan mengenal cara menyalurkannya. Cara penyaluran emosi Si Kecil pada usia tersebut bisa berupa sikap diam, menangis, rewel, hingga melakukan kekerasan seperti melempar barang atau memukul.
Perilaku kekerasan atau agresivitas adalah sebuah proses yang kompleks yang terjadi di dalam otak. Apa yang terjadi dalam otak adalah proses neurobiologi yang menyebabkan suatu perilaku kekerasan terjadi. Kekerasan dan sifat agresif yang dilakukan oleh Si Kecil dapat dipicu oleh berbagai faktor seperti pola asuh, faktor lingkungan, hingga keluarga berperan penting dalam membentuk mental dan karakter anak.
Moms harus lekas waspada jika Si Kecil mulai sering kasar dan agresif saat menyalurkan emosinya. Simak penjelasan dan tips berikut untuk menangani emosi Si Kecil dengan baik yuk, Moms.
Pemicu sikap agresif atau kekerasan
Ada banyak faktor yang dapat menjadi pemicu Si Kecil melakukan tindak kekerasan, contohnya adalah karena genetik dalam keluarga dengan riwayat perilaku kekerasan. Selain itu, perilaku kekerasan atau agresif juga bisa dipicu karena adanya tumor otak, trauma kepala, gangguan metabolik, penyakit fisik, menjadi korban kekerasan, baik verbal, fisik, seksual. Dalam hal menduplikasi perlakuan sekitar, kekerasan anak bisa disebabkan karena menyaksikan perilaku kekerasan dalam kehidupan sehari hari, di rumah atau lingkungan sekitar.
Moms juga harus mengetahui bahwa paparan media mengenai kekerasan baik berupa film, komik, youtube, media sosial maupun media pembelajaran yang salah bisa menjadi salah satu sumber pemicu terjadinya tindak kekerasan anak.
Perilaku kekerasan yang dilakukan anak
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-V), beberapa gangguan kejiwaan yang ditandai adanya agresivitas pada anak. Jenis perilaku kekerasan oleh anak dan remaja yang perlu diwaspadai adalah temper tantrum, berkelahi atau tawuran, ancaman verbal untuk menyakiti, bahkan membunuh.
Agresi fisik pada orang seperti memukul, menjambak, dan menendang. Hingga agresi fisik pada benda seperti merusak barang, membanting, menendang barang, menggunakan senjata, menyiksa binatang, bermain api, membakar, dan vandalisme
Ketika Moms atau Ayah melihat beberapa perilaku tersebut pada Si Kecil, janganlah dibiarkan atau dimaklumi karena Si Kecil masih anak-anak. Hal tersebut merupakan alarm bagi orang tua bahwa ada yang “salah” dalam diri anak sehingga perlu intervensi atau penanganan segera agar tidak berkelanjutan.
Tips mencegah kekerasan pada anak
Pada anak usia 1 hingga 5 tahun, ia akan lebih sering meminta perhatian dari orang tua. Jika tidak diperhatikan, ia dapat melakukan sesuatu sebagai sikap untuk mencari perhatian Moms dan Ayah. Sikap tersebut bukan hanya sikap baik dengan mengajak Moms dan Ayah bicara, namun bisa juga berupa sikap agresif dan melakukan kekerasan. Untuk itu, sebaiknya Moms lebih banyak meluangkan waktu saat sedang bersama Si Kecil, hindari penggunaan gadget atau sibuk dalam pekerjaan.
Selain itu, Moms dan Ayah juga harus lebih ekstra memilih tontonan maupun buku bacaan yang boleh dilihat Si Kecil, memberikan contoh yang baik untuk mengungkapkan rasa marah bukan dengan melempar barang, mengingatkan selalu bahwa memukull adalah hal yang tidak baik dan dapat menyakiti orang lain, selalu meminta maaf setelah memukul orang lain dan berikan penjelasan akibat yang ditimbulkan setelah Si Kecil melakukan hal yang buruk.
Berikanlah kasih sayang dan miliki ikatan emosi yang baik dengan anak. Tingkatkan komunikasi dengan anak sehingga orang tua dapat menjadi tempat anak berbagi saat mereka mendapatkan kesulitan, kebingungan dan frustasi dalam hidupnya. Sekolah, lingkungan, dan masyarakat sekitar pun punya tugas yang sama untuk menghilangkan perilaku kekerasan pada anak khususnya saat usia balita dan remaja.